
Tangerang Selatan_Fikri Alfian Ardiansyah_Mahasiswa Teknik Informatika_Universitas Pamulang – Demokrasi di Indonesia memiliki akar sejarah yang dalam, dimulai dari tradisi musyawarah desa hingga adaptasinya di era digital seperti platform Twitter. Perjalanan ini mencerminkan bagaimana nilai-nilai demokrasi terus berkembang seiring dengan perubahan zaman dan teknologi.
Akar Demokrasi Indonesia : Musyawarah Desa
Sebelum Indonesia merdeka, praktik demokrasi sudah hidup dalam bentuk musyawarah desa. Seperti yang diungkapkan oleh Mohammad Hatta, demokrasi desa memiliki ciri khas seperti gotong royong, mufakat, dan penghormatan terhadap kepentingan bersama. Contohnya, masyarakat Minangkabau mengenal prinsip “kata-kata terlalah dalam mufakat,” sementara di Jawa, tradisi “pepe” (berjemur di alun-alun) menjadi simbol protes damai terhadap kebijakan yang tidak adil. Nilai-nilai ini menjadi fondasi demokrasi Indonesia modern, yang tidak hanya berfokus pada politik tetapi juga ekonomi dan sosial.
Demokrasi Pancasila : Perpaduan Nilai Lokal dan Universal
Demokrasi Indonesia, yang berlandaskan Pancasila, menggabungkan prinsip-prinsip universal seperti kedaulatan rakyat, hak asasi manusia, dan persamaan di depan hukum dengan nilai-nilai lokal seperti Ketuhanan Yang Maha Esa dan keadilan sosial. Ciri khas demokrasi Indonesia tercermin dalam pemilihan umum yang inklusif, perlindungan hak minoritas, dan sistem pemerintahan yang konstitusional. Prinsip-prinsip ini menjadikan demokrasi Indonesia unik dan berbeda dari demokrasi Barat yang sekuler.
Era Digital : Tantangan dan Peluang
Kemajuan teknologi informasi membawa demokrasi Indonesia ke fase baru. Platform seperti Twitter dan media sosial lainnya memungkinkan partisipasi politik yang lebih luas, transparansi, dan akuntabilitas. Netizen (warga digital) kini aktif menyuarakan pendapat, mengawasi pemerintah, dan bahkan mempengaruhi kebijakan publik. Contohnya, gerakan sosial seperti #ReformasiDikorupsi menunjukkan kekuatan media digital dalam mendorong perubahan.
Namun, era digital juga menghadirkan tantangan serius:
1. Misinformasi: Penyebaran berita palsu dapat mempolarisasi masyarakat dan merusak proses demokrasi.
2. Polarisasi: Media sosial sering menjadi “ruang gema” (echo chamber) yang memperdalam perbedaan pandangan.
3. Ancaman Privasi: Penggunaan data pribadi tanpa izin dapat menimbulkan ketidakpercayaan terhadap institusi demokrasi.
Literasi Digital dan Masa Depan Demokrasi
Untuk menghadapi tantangan ini, literasi digital menjadi kunci. Masyarakat perlu dibekali kemampuan untuk mengidentifikasi informasi palsu, memahami algoritma media sosial, dan melindungi data pribadi. Di sisi lain, pemerintah perlu memperkuat regulasi untuk memastikan platform digital beroperasi secara transparan dan adil, tanpa membatasi kebebasan berekspresi.
Kesimpulan
Dari musyawarah desa hingga diskusi di Twitter, demokrasi Indonesia terus berevolusi. Nilai-nilai gotong royong dan mufakat tetap relevan, tetapi kini diperkuat oleh teknologi yang memungkinkan partisipasi lebih luas. Tantangan di era digital harus diatasi dengan kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan platform teknologi agar demokrasi Indonesia tetap kokoh dan inklusif.
Referensi:
– Makalah “Demokrasi” oleh Kelompok 7, Pendidikan Pancasila (2025).
– Nilai-nilai demokrasi dalam Pancasila dan UUD 1945.
– Peran teknologi informasi dalam demokratisasi (Kemenag NTT, 2024).