
nusantarasatu.com – Tangerang Selatan, 4 Juli 2023 – Oleh Fuzy Helminia Putri dan Muhammad Raihan Mahasiswa/i FKIP Universitas Pamulang, Mata Kuliah Pengantar Hukum Perdata, Dosen Pengampu bapak Herdi Wisman Jaya, S.Pd,. M.H.
EVALUASI PERJANJIAN GURU/DOSEN PADA HUKUM PERDATA
Kemajuan merupakan aspek terpenting kemajuan sebuah bangsa. Kemajuan sebuah bangsa dapat dilihat dari kemajuan sistem pendidikannya. Komponen yang paling berperan dalam kemajuan sistem pendidikan adalah tenaga pendidik. Tenaga pendidik memainkan peranan yang sangat penting karena berdampak pada kualitas pendidikan yang dijalankan. Kualifikasi tenaga pendidik bergantung pada institusi pendidikan yang ada dan memuat pekerjaan di dalamnya.
Perjanjian merupakan suatu kesepakatan antara dua pihak mengenai suatu hal yang kemudian melahirkan perikatan atau hubungan hukum. Suatu perjanjian tidak boleh bertentangan dengan perundang-undangan yang ada, ketertiban umum, kebiasaan dan kesusilaan yang berlaku. Perjanjian dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan dan Undang-Undang Guru dan Dosen memiliki persamaan istilah. Namun persamaan istilah tersebut hanya karena menggunakan istilah perjanjian kerja. Sedangkan hubungan hukum yang lahir dari perjanjian kerja tersebut berbeda. Perbedaan ini disebabkan dasar hukum yang dipakai berbeda satu sama lainnya, yaitu Undang-Undang Ketenagakerjaan dan Undang-Undang Guru dan Dosen.
Lahirnya Undang-Undang No.14 Tahun 2005 mengenai Guru dan Dosen tentu saja mendapatkan sambutan yang bagus dari pada tenaga pendidikan. Undang-Undang ini dianggap menjadi payung hukum untuk guru dan dosen tanpa adanya perlakuan yang berbeda antara guru negeri dan swasta. Dengan lahirnya Undang-Undang diharapkan dapat menjadi acuan untuk memperbaiki kualitas mutu pelayanan pendidikan di masyarakat baik negeri maupun swasta.
Undang-Undang No.14 Tahun 2005 mengenai Guru dan Dosen menyatakan bahwa guru adalah pendidik professional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini, pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Sedangkan dosen adalah pendidik professional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Oleh karena itu, seorang guru dan dosen harus memiliki sikap professional dengan kualifikasi akademik, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.
Keberadaan guru/tenaga pendidikan menjadi dasar penting, karena mereka menjadi peletak dasar perkembangan pengolahan otak siswa dalam menerima asupan ilmu pengetahuan yang lebih tinggi tingkatannya. Guru/tenaga pendidik juga dituntut untuk memberikan berbagai pengayaan materi, pengadaan latihan mengenai materi yang diajarkan, yang kemudian dilakukan evaluasi. Evaluasi ini dianggap penting karena menjadi tolak ukur untuk mengetahui seberapa berhasilnya metode pengajaran yang diterapkan guru/tenaga pendidik sehingga seorang siswa dapat menyerap materi dan ilmu pengetahuan yang telah diajarkan. Namun sayangnya, peran ini tidak dapat berjalan optimal karena jumlah guru/tenaga pendidik yang berbanding terbalik dengan jumlah siswa yang menjadi peserta didik. Alhasil banyak siswa yang tidak mendapatkan kesempatan yang untuk belajar secara utuh. Apalagi di era online saat ini membuat para guru/tenaga pendidik yang melakukan pembelajaran secara online yang justru membuat para siswa semakin tidak mendengarkan dan mendapatkan pengajaran secara utuh. Kondisi ini tentunya menjadi kendala dalam proses belajar dan mengajar.
Sudah menjadi hak siswa untuk mendapatkan pengajaran dan proses pembelajaran yang utuh, dan sudah menjadi kewajiban guru/tenaga pendidik untuk memberikan pengajaran dan proses pembelajaran yang utuh tersebut. Sebagaimana hal itu tertuang dalam perjanjian guru/tenaga pendidik. Dalam perjanjian kerja, terdapat unsur perintah, sehingga kedudukan kedua belah pihak tidaklah sama yakni bersifat subordinasi (atasan dan bawahan), sedangkan perjanjian melakukan jasa tertentu dan perjanjian pemborongan tidak memuat unsur perintah, sehingga kedudukan kedua belah pihak adalah sama yaitu bersifat koordinasi. Penilaian kinerja manusia hanyalah dipandang dari segi kebendaan, yaitu apa yang dihasilkan oleh yang melakukan kerja, sedangkan pribadi manusia dipisahkan sama sekali dari kerja. Upah yang diberikan hanya dipandang dari sudut pandang ekonomis dan tidak memandang factor sosiologis seperti keadaan keluarga.