
nusantarasatu.com – Tangerang Selatan, 13 mei 2025 – Oleh Raihan Abdillah Mahasiswi FKIP Universitas Pamulang, Mata Kuliah Sistem Pemerintahan Indonesia, Dosen Pengampu bapak Herdi Wisman Jaya, S.Pd,. M.H.
Hukum tata negara merupakan salah satu aspek fundamental dalam sistem pemerintahan suatu negara. Di Indonesia, hukum tata negara berfungsi sebagai kerangka kerja yang mengatur hubungan antara lembaga negara, serta antara negara dan warga negara. Dalam konteks demokrasi, hukum tata negara berperan penting dalam menjamin keadilan, transparansi, dan akuntabilitas. Dengan visi Indonesia Emas 2045, penguatan hukum tata negara menjadi sangat krusial untuk mencapai tujuan pembangunan yang berkelanjutan dan inklusif.
Urgensi Penguatan Hukum Tata Negara dalam Bingkai Demokrasi
Hukum Tata Negara (HTN) merupakan pilar fundamental dalam menopang sistem demokrasi yang sehat dan berkelanjutan. Dalam negara hukum seperti Indonesia, fungsi HTN sangat vital karena menjadi dasar dalam menyusun struktur lembaga negara, membagi kewenangan, serta menjamin hak-hak konstitusional seluruh warga negara. Keberadaan sistem HTN yang kuat dan adil merupakan syarat mutlak bagi keberlangsungan demokrasi yang berkualitas.
Secara fungsional, HTN berperan sebagai penjaga keseimbangan antara kekuasaan negara dan hak rakyat. Ketika suatu lembaga negara menyimpang dari ketentuan konstitusi atau menjalankan kekuasaannya secara berlebihan, HTN hadir sebagai instrumen untuk menjaga keseimbangan kekuasaan (checks and balances). Oleh karena itu, penguatan HTN menjadi semakin penting, terlebih di tengah kondisi demokrasi Indonesia yang rentan terhadap intervensi politik dan kepentingan kekuasaan jangka pendek.
Dalam realitas terkini, seperti pasca Pemilu 2024, peran Mahkamah Konstitusi dan DPR menjadi sangat strategis dalam mengawal kestabilan sistem ketatanegaraan. Dinamika hukum yang berkaitan dengan pemilu, legislasi undang-undang, dan pengawasan lembaga negara, semuanya membutuhkan sistem HTN yang responsif, tangguh, dan adaptif terhadap perubahan zaman. Tanpa struktur hukum yang kokoh, demokrasi mudah tergelincir ke arah oligarki atau bahkan penyalahgunaan wewenang oleh segelintir elite.
Sebagaimana disampaikan oleh Jimly Asshiddiqie, demokrasi tidak akan tumbuh dengan baik tanpa adanya kepastian hukum dan sistem konstitusional yang kuat (Jimly Asshiddiqie, 2006). Oleh sebab itu, penguatan hukum tata negara bukan hanya bersifat teknis kelembagaan, tetapi juga menjadi bagian dari proses mendalam dalam menumbuhkan demokrasi yang inklusif dan berkeadilan sosial.
Tantangan Hukum Tata Negara di Era Modern
Sejak Indonesia merdeka, sistem Hukum Tata Negara (HTN) telah mengalami berbagai fase perkembangan. Namun, di era modern ini, tantangan-tantangan baru bermunculan seiring dengan laju globalisasi, transformasi teknologi informasi, dan perubahan dinamika politik nasional. Situasi ini menuntut HTN agar selalu siap dan adaptif dalam menjawab persoalan kontemporer yang semakin kompleks.
1. Perubahan Politik yang Fluktuatif
Kondisi politik yang berubah dengan cepat, terutama dalam konteks penyelenggaraan pemilu dan transisi pemerintahan, menjadi tantangan utama bagi HTN. Mahkamah Konstitusi (MK) memainkan peran sentral dalam menyelesaikan sengketa pemilu dan melakukan pengujian terhadap undang-undang. Namun, sejumlah putusan MK kerap kali menimbulkan perdebatan di masyarakat dan mempengaruhi stabilitas demokrasi. Ketika keputusan MK dipandang tidak konsisten, kepercayaan publik terhadap sistem hukum pun dapat tergerus secara signifikan (lihat: dinamika pasca Pemilu 2024).
2. Kemajuan Teknologi Digital
Era digital mengubah cara hidup masyarakat, termasuk cara berpolitik dan menyampaikan aspirasi. Penyebaran informasi yang cepat di media sosial memunculkan tantangan serius seperti hoaks, pelanggaran privasi, dan penyalahgunaan data pribadi. Sayangnya, regulasi di bidang ini belum sepenuhnya mampu mengikuti kecepatan perkembangan teknologi. HTN perlu menjadi kerangka yang mampu mengatur ruang digital secara adil dan transparan agar tidak mencederai demokrasi dan tatanan konstitusional negara.
3. Partisipasi Politik yang Tidak Merata
Meski secara normatif setiap warga negara memiliki hak yang sama untuk terlibat dalam proses politik, realitasnya menunjukkan adanya keterbatasan partisipasi. Banyak warga, khususnya dari kalangan kurang berpendidikan atau ekonomi lemah, belum sepenuhnya memahami hak politik mereka. Kondisi ini mengakibatkan ketimpangan dalam representasi dan berisiko melemahkan legitimasi sistem demokrasi (dapat diamati pada tren partisipasi dalam pemilu sebelumnya).
4. Tantangan Keberagaman dan Ketimpangan Sosial
Sebagai negara yang plural, Indonesia menghadapi tantangan serius dalam menjamin kesetaraan dan keadilan bagi semua kelompok. Ketimpangan ekonomi dan sosial masih membayangi kehidupan berbangsa. Dalam konteks ini, HTN harus mampu menciptakan regulasi yang menjamin perlindungan terhadap kelompok minoritas, mengatur kekuasaan secara proporsional, dan membuka ruang partisipasi yang inklusif dalam pengambilan keputusan negara. Tanpa pendekatan hukum yang adil dan merata, keberagaman bisa berpotensi menjadi sumber konflik horizontal.
Hukum Tata Negara dan Visi Indonesia Emas 2045
Visi Indonesia Emas 2045 merupakan peta jalan jangka panjang yang dirancang untuk menjadikan Indonesia sebagai kekuatan global pada usia satu abad kemerdekaannya. Dalam upaya meraih tujuan besar ini, penguatan Hukum Tata Negara (HTN) menjadi aspek yang tak dapat dipisahkan, mengingat HTN adalah fondasi dari sistem pemerintahan demokratis yang efektif dan berkeadilan.
1. Menjamin Stabilitas Pemerintahan dalam Jalur Konstitusi
Dalam proses menuju Indonesia Emas 2045, dibutuhkan tatanan politik yang stabil, akuntabel, dan berlandaskan prinsip demokrasi. Di sinilah HTN memainkan peran kunci sebagai penjaga stabilitas tersebut. HTN mengarahkan agar setiap pergantian kekuasaan maupun perubahan kebijakan tetap berada dalam kerangka konstitusi, serta memastikan bahwa kekuasaan tidak tersentralisasi pada satu pihak. Prinsip checks and balances menjadi krusial agar tidak terjadi dominasi kekuasaan yang membahayakan keadilan dan partisipasi politik rakyat.
2. Reformasi Lembaga Negara demi Pemerintahan Berkualitas
Untuk membangun pemerintahan yang mampu memenuhi aspirasi rakyat, diperlukan reformasi menyeluruh terhadap institusi-institusi utama negara seperti DPR, Mahkamah Konstitusi, KPU, dan Bawaslu. Lembaga-lembaga ini harus diperkuat baik secara independensi maupun profesionalismenya. Dengan begitu, proses demokrasi seperti penyusunan undang-undang, pemilu, dan pengawasan dapat berjalan lebih transparan dan efektif dalam menjawab kebutuhan rakyat (pernyataan ini relevan dengan berbagai agenda reformasi lembaga negara pasca Pemilu 2024).
3. Literasi Hukum untuk Menumbuhkan Kesadaran Publik
Tidak cukup hanya dengan perbaikan struktural di level lembaga negara, tetapi masyarakat juga harus dibekali pemahaman hukum yang memadai. Pendidikan hukum yang meliputi pemahaman konstitusi, hak asasi, dan etika politik sangat penting, khususnya bagi generasi muda. Dengan meningkatnya kesadaran hukum, masyarakat dapat lebih aktif mengawal demokrasi dan memastikan pemerintah bekerja sesuai mandat konstitusi. Ini juga penting untuk mencegah manipulasi publik oleh elit politik yang tidak bertanggung jawab.
4. Menumbuhkan Ruang Partisipasi dalam Proses Kebijakan
Demokrasi sejati hanya dapat tumbuh dalam iklim partisipatif. Maka dari itu, HTN harus mampu membuka ruang bagi rakyat untuk ikut menentukan arah kebijakan negara. Hal ini dapat diwujudkan melalui partisipasi dalam forum-forum publik, perencanaan pembangunan, hingga mekanisme referendum. Penguatan sistem hukum tata negara harus mencakup prinsip keterbukaan dan akuntabilitas, agar suara rakyat benar-benar menjadi landasan utama dalam pengambilan keputusan politik nasional.
Daftar pustaka:
Siregar, H. & Nasution, M.. “Penguatan Demokrasi di Indonesia: Tinjauan Terhadap Hukum Tata Negara”. Jurnal Hukum dan Pembangunan, Vol. 50, No. 2, 2021, pp. 231-245.
Pratama, R. & Wijaya, A.. “Tantangan Implementasi Hukum Tata Negara di Indonesia: Analisis terhadap Sistem Demokrasi dan Pemilu”. Jurnal Ilmu Hukum, Vol. 30, No. 1, 2022, pp. 15-28.
https://www.kompasiana.com/mashvinatusnaila0815/67fdbfd5ed64157a9a7d4032/demokrasi-hukum-tata-negara
https://www.kompasiana.com/mashvinatusnaila0815/67fdbfd5ed64157a9a7d4032/demokrasi-hukum-tata-negara
Jimly Asshiddiqie (2006). Hukum Tata Negara dan Pilar-pilar Demokrasi. Jakarta: Konstitusi Press.Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Visi Indonesia 2045. https://www.bappenas.go.id/files/Visi_Indonesia_2045.pdf