
ilustrasi (foto : Joss)
nusantarasatu.com – Tangerang Selatan, 2 Desember 2023 – Oleh Ghita Audi Mahasiswi Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Pamulang.
Korupsi merupakan hal yang sering kita dengar, bahkan sudah melekat atau mendarah daging di Indonesia. Menurut Wikipedia Korupsi adalah suatu bentuk ketidakjujuran atau tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang atau suatu organisasi yang dipercayakan dalam suatu jabatan kekuasaan, untuk memperoleh keuntungan yang haram atau penyalahgunaan kekuasaan untuk keuntungan pribadi seseorang.
Padahal, dalam hal ini ada yang mengatur tindak pidana korupsi yakni dalam Undang-undang RI No.19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dimana pada pasal 1 ayat 4 di jelaskan bahwa, “Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi adalah serangkaian kegiatan untuk mencegah dan memberantas terjadinya tindak pidana korupsi melalui upaya koordinasi, supervisi, monitor, penyelidikan, penyidikan, penuntutan, pemeriksaan di sidang pengadilan, dengan peran serta masyarakat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”.
Korupsi ini dapat terjadi karena beberapa faktor yakni berasal dari faktor internal dan juga ekternal. Faktor Internal, terdiri dari :
Sifat serakah/tamak/rakus manusia
Keserakahan dan tamak adalah sifat yang membuat seseorang selalu tidak merasa cukup atas apa yang dimiliki, selalu ingin lebih. Dengan sifat tamak, seseorang menjadi berlebihan mencintai harta. Padahal bisa jadi hartanya sudah banyak atau jabatannya sudah tinggi.
Gaya hidup konsumtif
Sifat serakah ditambah gaya hidup yang konsumtif menjadi faktor pendorong internal korupsi. Gaya hidup konsumtif misalnya membeli barang-barang mewah dan mahal atau mengikuti tren kehidupan perkotaan yang serba glamor.
Moral yang lemah
Seseorang dengan moral yang lemah mudah tergoda untuk melakukan korupsi. Aspek lemah moral misalnya lemahnya keimanan, kejujuran, atau rasa malu melakukan tindakan korupsi. Jika moral seseorang lemah, maka godaan korupsi yang datang akan sulit ditepis. Godaan korupsi bisa berasal dari atasan, teman setingkat, bawahan, atau pihak lain yang memberi kesempatan untuk melakukannya.
Faktor penyebab ekternal, terdiri dari :
Aspek sosial
Kehidupan sosial seseorang berpengaruh dalam mendorong terjadinya korupsi, terutama keluarga. Bukannya mengingatkan atau memberi hukuman, keluarga malah justru mendukung seseorang korupsi untuk memenuhi keserakahan mereka. Aspek sosial lainnya adalah nilai dan budaya di masyarakat yang mendukung korupsi. Misalnya, masyarakat hanya menghargai seseorang karena kekayaan yang dimilikinya atau terbiasa memberikan gratifikasi kepada pejabat.
Aspek politik
Keyakinan bahwa politik untuk memperoleh keuntungan yang besar menjadi faktor eksternal penyebab korupsi. Tujuan politik untuk memperkaya diri pada akhirnya menciptakan money politics. Dengan money politics, seseorang bisa memenangkan kontestasi dengan membeli suara atau menyogok para pemilih atau anggota-anggota partai politiknya.
Pejabat yang berkuasa dengan politik uang hanya ingin mendapatkan harta, menggerus kewajiban utamanya yaitu mengabdi kepada rakyat. Melalui perhitungan untung-rugi, pemimpin hasil money politics tidak akan peduli nasib rakyat yang memilihnya, yang terpenting baginya adalah bagaimana ongkos politiknya bisa kembali dan berlipat ganda.
Balas jasa politik seperti jual beli suara di DPR atau dukungan partai politik juga mendorong pejabat untuk korupsi. Dukungan partai politik yang mengharuskan imbal jasa akhirnya memunculkan upeti politik. Secara rutin, pejabat yang terpilih membayar upeti ke partai dalam jumlah besar, memaksa korupsi.
Aspek hukum
Hukum menjadi faktor penyebab korupsi jika banyak produk hukum yang tidak jelas aturannya, pasal-pasalnya multitafsir, dan ada kecenderungan hukum dibuat untuk menguntungkan pihak-pihak tertentu. Sanksi yang tidak sebanding terhadap pelaku korupsi, terlalu ringan atau tidak tepat sasaran, juga membuat para pelaku korupsi tidak segan-segan menilap uang negara.
Aspek ekonomi
Faktor ekonomi sering dianggap sebagai penyebab utama korupsi. Di antaranya tingkat pendapatan atau gaji yang tak cukup untuk memenuhi kebutuhan. Fakta juga menunjukkan bahwa korupsi tidak dilakukan oleh mereka yang gajinya pas-pasan. Korupsi dalam jumlah besar justru dilakukan oleh orang-orang kaya dan berpendidikan tinggi.
Banyak kita lihat pemimpin daerah atau anggota DPR yang ditangkap karena korupsi. Mereka korupsi bukan karena kekurangan harta, tapi karena sifat serakah dan moral yang buruk.
Aspek organisasi
Faktor eksternal penyebab korupsi lainnya adalah organisasi tempat koruptor berada. Biasanya, organisasi ini memberi andil terjadinya korupsi, karena membuka peluang atau kesempatan. Misalnya tidak adanya teladan integritas dari pemimpin, kultur yang benar, kurang memadainya sistem akuntabilitas, atau lemahnya sistem pengendalian manajemen.
Contoh kasus yang dapat kita lihat baru baru ini, seperti kasus Djoko Tjandra yaitu bersalah melakukan tindak pidana korupsi dikasus suap, red notic dan fatwa Mahkamah Agung (MA). Dimana hal yang dilakukan Djoko Tjandra merugikan negara hingga Rp. 904 Miliar Rupiah. Yang akhirnya membuat Djoko Tjandra divonis penjara 4 tahun 6 bulan dan denda Rp. 100 Juta rupiah.
Dari kasus tersebut bisa dilihat bagaimana tindak pidana korupsi bisa hilang jika hukuman yang di berikan tidak setimpal dengan berpuatannya. Padahal kerugian yang di lakukan sangat besar, namun hukumannya ternilai ringan.
Hukuman korupsi sendiri diatur pada pasal 603 KUHP yang berbunyi, “Setiap orang yang melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 2 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit katagori II dan paling banyak katagori VI”.
Kategorisasi denda di atur dalam pasal 79 KUHP. Denda kategori II sebesar Rp. 10 Juta sedangkan katagori VI sebesar Rp. 2 Miliar.
Dampak korupsi yaitu mengakibatkan melambatnya pertumbuhan ekonomi negara, menurunnya inventasi, meningkatnya kemiskinan serta meningkatnya ketimpangan pendapatan.
Pencegahan yang dapat dilakukan agar dapat meminimalisir tindak pidana korupsi, diantaranya:
- Pantang terlibat tindak pidana korupsi
- Berlatih untuk berintegritas
- Melaporkan tindak pidana korupsi
- Memperbaiki sistem sehingga anti korupsi
- Kampanye dan menyebarkan nilai integritas
Sehingga dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa korupsi bukanlah hal main-main yang harus segera ditangani. Dimana faktor-faktor tersebut harus segera kita berantas dengan pencegahan yang dapat dilakukan. Agar tindak pidana korupsi ini tidak semakin merajalela dan membuat kerugian yang makin besar.