
Penulis Silvia Ghinayatul Fitriani
Pengukuran Kinerja Berbasis Ekonomi Hijau
Dalam era disrupsi lingkungan dan perubahan iklim yang semakin nyata, ekonomi hijau telah menjadi paradigma baru yang mengubah lanskap bisnis global. Transformasi ini tidak hanya mengubah proses produksi dan pola konsumsi, tetapi juga merombak sistem pengukuran kinerja organisasi secara fundamental. Pengukuran kinerja konvensional yang berfokus pada aspek finansial semata kini tidak lagi memadai untuk menggambarkan nilai sejati dan keberlanjutan organisasi di masa depan.
Ekonomi hijau, sebagai model ekonomi yang mempromosikan kesejahteraan manusia dan keadilan sosial sambil mengurangi risiko lingkungan dan kelangkaan ekologis. Menurut Mirzan et al., 2024 dalam Jurnal Ilmiah Ekonomi Dan Manajemen menyatakan “Ekonomi hijau adalah ekonomi yang menghasilkan kesejahteraan manusia dan kesetaraan sosial, sambil mengurangi risiko lingkungan dan kelangkaan ekosistem” .
Pengukuran kinerja sendiri secara tradisional dipahami sebagai proses evaluasi sistematis terhadap pencapaian individu, tim, atau organisasi berdasarkan indikator-indikator yang telah ditetapkan sebelumnya. Dalam konteks konvensional, pengukuran kinerja seringkali didominasi oleh metrik finansial seperti laba, pertumbuhan pendapatan, pengembalian investasi (ROI), dan efisiensi biaya. Namun, pendekatan ini memiliki keterbatasan signifikan karena gagal menangkap dampak organisasi terhadap aspek lingkungan dan sosial—dimensi yang justru menjadi inti dari ekonomi hijau. Salah satu masalah di negara-negara berkembang (termasuk Indonesia) adalah ketersediaan karyawan yang memiliki cara untuk menerapkan strategi karbon-karbon rendah dan strategi jangka panjang dengan resistensi iklim.

Salah satu perubahan signifikan dalam pengukuran kinerja berbasis ekonomi hijau adalah penerapan indikator non-finansial yang dapat mengukur dampak lingkungan organisasi. Emisi karbon, penggunaan air, pengelolaan limbah, dan efisiensi energi kini menjadi metrik utama yang menentukan reputasi dan daya saing organisasi. Melansir dari laman (ekon.go.id,2024), “Penerapan ekonomi hijau dalam jangka panjang diproyeksikan dapat menstabilkan pertumbuhan ekonomi rata-rata sebesar 6,22% hingga 2045, mengurangi emisi sebesar 86 juta ton CO2-ekuivalen, dan menciptakan hingga 4,4 juta lapangan kerja,” jelas Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam sambutannya secara virtual pada pembukaan Green Economy Expo 2024, yang mengangkat tema “Advancing Technology, Innovation, and Circularity”. Ekonomi hijau dan sirkular akan membantu industri di Indonesia untuk berdaya saing pada aspek keberlanjutan. Saat ini, telah terdapat 152 perusahaan yang memiliki Sertifikat Industri Hijau, dan tentunya ke depan diharapkan akan semakin bertambah. Sertifikasi Industri Hijau ini memberikan manfaat ekonomi yakni antara lain menghemat energi senilai Rp3,2 triliun per tahun dan penghematan air senilai Rp169 miliar per tahun.
Dari perspektif perpajakan, ekonomi hijau telah mendorong transformasi kebijakan fiskal di berbagai negara. Insentif pajak untuk investasi ramah lingkungan, pengenaan pajak karbon, dan skema cap-and-trade telah mengubah struktur biaya operasional organisasi. Pengukuran kinerja keuangan kini harus memperhitungkan biaya dan manfaat dari kebijakan fiskal hijau ini. Organisasi yang proaktif dalam mengadopsi praktik berkelanjutan dapat memperoleh keunggulan kompetitif melalui pengurangan beban pajak dan efisiensi biaya jangka panjang.
Sistem pengukuran kinerja yang diselaraskan dengan ekonomi hijau juga berperan sebagai mekanisme akuntabilitas yang mendorong transparansi. Melalui pengungkapan informasi lingkungan, sosial, dan tata kelola (ESG), organisasi tidak hanya membangun kepercayaan dengan pemangku kepentingan tetapi juga memfasilitasi pembentukan keputusan investasi yang bertanggung jawab. Investor yang semakin sadar lingkungan kini menggunakan metrik keberlanjutan sebagai faktor penentu dalam alokasi modal, menciptakan insentif pasar yang kuat bagi organisasi untuk memprioritaskan praktik ramah lingkungan.
Transformasi ini membawa tantangan tersendiri bagi manajemen organisasi. Organisasi perlu berinvestasi dalam sistem pengumpulan data yang canggih, metodologi pengukuran yang terstandarisasi, dan peningkatan kapasitas SDM. Namun, manfaat jangka panjangnya berupa efisiensi operasional, mitigasi risiko, perbaikan reputasi, dan akses ke pasar modal hijau Jauh melebihi biaya awal yang dikeluarkan. Ada pula tantangan secara global dalam penerapan ekonomi hijau di Indonesia. Melansir dari Liputan6.com,2023, Jakarta Hasil riset Laboratorium Indonesia 2045 (LAB 45) menunjukkan bahwa ada tiga tantangan utama transformasi ekonomi hijau di Indonesia, yaitu regulasi yang belum memberikan kepastian hukum, kelembagaan yang masih tumpang tindih, dan alokasi pendanaan hijau yang belum menjadi prioritas dalam APBN ditambah dengan sistem evaluasi finansial yang belum transparan.
Integrasi Prinsip Berkelanjutan Dalam Strategi Organisasi
Bagi perusahaan, terutama BUMN dan BUMD, mengadopsi prinsip ekonomi hijau bukan hanya soal tanggung jawab sosial, tetapi juga langkah cerdas untuk menciptakan keuntungan jangka panjang.
Transformasi pengukuran kinerja berbasis ekonomi hijau merupakan langkah strategis yang penting bagi organisasi dalam menghadapi tantangan keberlanjutan. Dengan mengintegrasikan prinsip keberlanjutan, organisasi dapat mengukur kinerja tidak hanya dari segi finansial, tetapi juga dampak sosial dan lingkungan. jadi dilansir dari laman kompas dalam sebuah artikel, “Perusahaan yang menerapkan prinsip keberlanjutan dapat meningkatkan reputasi dan daya saing di pasar global” (Kompas, 2023).

Selanjutnya, organisasi perlu mengembangkan indikator kinerja yang mencerminkan tujuan keberlanjutan. Ini termasuk pengukuran efisiensi energi, pengurangan emisi karbon, dan dampak sosial dari kegiatan operasional. Detik.com, 2023. Mencatat bahwa Perusahaan membantu mengukur kinerja keseluruhan untuk mengembangkan strategi yang lebih responsif untuk perubahan iklim dan kebutuhan Masyarakat.
Akhirnya, evaluasi dan pelaporan kinerja harus dilakukan secara berkala untuk memastikan bahwa organisasi tetap berada di jalur yang benar. Laporan keberlanjutan yang transparan dan akurat dapat meningkatkan kepercayaan pemangku kepentingan dan menunjukkan komitmen organisasi terhadap keberlanjutan. Akhirnya, evaluasi dan pelaporan kinerja harus dilakukan secara berkala untuk memastikan bahwa organisasi tetap berada di jalur yang benar. Laporan keberlanjutan yang transparan dan akurat dapat meningkatkan kepercayaan pemangku kepentingan dan menunjukkan komitmen organisasi terhadap keberlanjutan.
Strategi perusahaan berbasis ekonomi hijau untuk keberlanjutan perusahaan adalah pendekatan yang mengintegrasikan keberlanjutan dalam rencana bisnis. Menurut N. Heriyah dalam “Jurnal Akuntansi dan Sistem Informasi”, Strategi ini dapat membantu perusahaan menjadi lebih kompetitif dan relevan di masa depan. Dengan mengintegrasikan keberlanjutan dalam rencana bisnis, perusahaan tidak hanya melindungi lingkungan, tetapi juga menciptakan peluang baru untuk pertumbuhan dan inovasi. berikut Strategi perusahaan berbasis ekonomi hijau:
Efisiensi energi: Menggunakan energi terbarukan seperti tenaga surya, angin, dan tenaga air
Pengurangan limbah: Mengurangi penggunaan bahan-bahan yang merusak lingkungan
Pemanfaatan sumber daya terbarukan: Menggunakan bahan yang berkelanjutan
Penelitian dan pengembangan: Mengembangkan teknologi hijau dan metode produksi yang ramah lingkungan
Kolaborasi: Bekerjasama dengan pemerintah dan masyarakat sipil untuk mencapai tujuan keberlanjutan
Green product: Menghasilkan barang yang tidak menggunakan bahan-bahan yang merusak lingkungan
Adapun Manfaat strategi perusahaan berbasis ekonomi hijau seperti meningkatkan reputasi merek, memperkuat hubungan dengan pemangku kepentingan, mengurangi risiko bisnis, membuka peluang untuk inovasi, menciptakan nilai yang lebih tahan lama, mendapatkan keunggulan kompetitif yang lebih besar.
Transformasi pengukuran kinerja berbasis ekonomi hijau bukanlah pilihan tetapi keharusan bagi organisasi yang ingin bertahan dan berkembang di masa depan. Integrasi prinsip keberlanjutan dalam strategi organisasi tidak hanya mendukung tujuan lingkungan global tetapi juga menciptakan peluang bisnis baru, meningkatkan efisiensi operasional, dan memperkuat reputasi merek. Pada akhirnya, organisasi yang berhasil mengintegrasikan ekonomi hijau dalam pengukuran kinerjanya akan lebih tangguh menghadapi ketidakpastian dan lebih siap menyambut era ekonomi karbon rendah.
Disusun untuk pemenuhan tugas mata kuliah Pengukuran Kinerja berdasarkan hasil studi dan diskusi yang diketuai oleh: Silvia Ghinayatul Fitriani. Dengan anggota: Bintang Ade Saputra, Dwi Wulan Ade Saputri, Meisya Aulia, Raifa Djamil.
