
Penulis : Aryuda Muhammad N. R.
Pemerintah Indonesia terus berupaya meningkatkan kualitas layanan perpajakan kepada masyarakat. Salah satu inisiatif terbaru adalah pemberlakuan kebijakan restitusi pajak yang lebih inklusif dan efisien melalui PMK 119/2024 dan PER-6/PJ/2025. Kebijakan ini resmi berlaku mulai Januari dan Mei 2025 dan merupakan bagian dari reformasi sistem pajak berbasis teknologi modern melalui platform CoreTax.
Restitusi Pajak Lebih Cepat dan Mudah
Sebelumnya, proses pengajuan dan pencairan restitusi atas kelebihan pembayaran pajak dapat memakan waktu hingga satu tahun. Namun, melalui kebijakan baru ini, waktu penyelesaian dapat dipersingkat menjadi 15 hari kerja hingga maksimal satu bulan. Proses ini sangat membantu kategori Wajib Pajak seperti:
- Individu dengan lebih bayar pajak hingga Rp100 juta.
- Badan usaha dan PKP dengan tingkat risiko rendah.
- Wajib Pajak dengan riwayat kepatuhan yang baik.
CoreTax Sebagai Pilar Transformasi Digital
Platform CoreTax memberikan kemudahan akses bagi Wajib Pajak untuk mengajukan restitusi secara daring. Proses administrasi dilakukan sepenuhnya secara elektronik, mulai dari pengajuan, verifikasi, hingga pencairan. Keunggulan sistem ini terletak pada:
- Proses transparan.
- Pemantauan status secara daring.
- Minimnya kontak fisik dengan petugas.
Bagi PKP yang tergolong risiko rendah, permohonan restitusi bahkan bisa diproses otomatis tanpa pengajuan manual, sehingga menghemat waktu dan sumber daya.
PER-6/PJ/2025: Perluasan Kriteria PKP Risiko Rendah
Melalui PER-6/PJ/2025, DJP memperluas cakupan PKP risiko rendah. Kebijakan ini memberikan kesempatan kepada lebih banyak sektor usaha untuk menikmati fasilitas restitusi yang dipercepat. Wajib Pajak yang selama ini menunjukkan kepatuhan tinggi, tidak memiliki catatan sengketa pajak, serta rutin melaporkan SPT tahunan dengan tertib akan memperoleh manfaat besar dari kebijakan ini.
Kepala DJP, Suryo Utomo, menyampaikan bahwa kebijakan ini merupakan bentuk apresiasi terhadap Wajib Pajak yang jujur dan disiplin. Dengan likuiditas usaha yang lebih baik, para pelaku usaha diharapkan tetap tangguh dalam menghadapi tantangan ekonomi global.
Langkah Penegakan Hukum Pajak
Untuk menjaga integritas sistem perpajakan, pemerintah juga memperkuat penegakan hukum melalui Satgassus Penerimaan Negara yang melibatkan DJP dan Polri. Fokus utama adalah pemberantasan shadow economy, yakni aktivitas ekonomi ilegal yang tidak tercatat dalam sistem perpajakan resmi.
Praktik seperti ini mengakibatkan kerugian negara serta menciptakan kompetisi usaha yang tidak sehat. Penindakan hukum diimbangi dengan pembinaan untuk memastikan bahwa semua pelaku ekonomi memahami hak dan kewajiban mereka.
PMK 17/2025: Menjaga Hak Wajib Pajak
Melalui PMK 17/2025, Kementerian Keuangan memperkuat kerangka hukum dalam proses penyidikan tindak pidana perpajakan. Prosedur diperketat agar selalu mengacu pada prinsip keadilan serta penghormatan terhadap hak-hak Wajib Pajak.
Kebijakan ini menekankan perlunya menjaga keseimbangan antara upaya penegakan hukum dan perlindungan terhadap hak asasi individu. Pemerintah ingin menciptakan iklim pajak yang adil dan dapat dipercaya.
Dampak Positif Bagi Wajib Pajak
Fasilitas restitusi pajak yang lebih cepat membawa berbagai manfaat praktis:
- Dana kelebihan bayar dapat segera dimanfaatkan.
- Usaha kecil dan menengah memiliki arus kas yang lebih sehat.
- Pengeluaran untuk pendampingan pajak dapat dikurangi.
- Wajib Pajak merasa lebih dihargai dan termotivasi untuk patuh.
DJP mencatat peningkatan pengajuan restitusi hingga 93% pada kuartal pertama tahun 2025. Hal ini menunjukkan tingkat kepercayaan yang lebih tinggi terhadap sistem pajak baru.
Tantangan Implementasi
Namun, pelaksanaan kebijakan ini juga menghadapi tantangan:
- Beberapa daerah belum memiliki akses digital memadai.
- Literasi pajak digital masih perlu ditingkatkan.
- Sosialisasi perlu diperluas agar tidak terjadi kesalahpahaman.
Sebagai solusi, DJP diharapkan memperluas layanan bantuan teknis dan menyediakan materi edukasi yang mudah dipahami oleh semua lapisan Masyarakat.
Efek terhadap Ekonomi dan Kepatuhan
Dari sisi ekonomi, kebijakan ini mampu:
- Meningkatkan likuiditas dan daya saing usaha.
- Menstimulasi investasi dan konsumsi.
- Mengurangi biaya kepatuhan pajak.
Sedangkan dari perspektif kepatuhan:
- Memberikan insentif nyata bagi Wajib Pajak patuh.
- Mengurangi keengganan untuk melapor secara jujur.
- Menumbuhkan budaya kepatuhan berbasis penghargaan.
Peran Profesional Pajak
Konsultan pajak dan akuntan berperan penting dalam:
- Memberikan pemahaman mendalam kepada klien.
- Membantu penyusunan dokumen yang sesuai regulasi.
- Menyusun strategi pajak yang sesuai dengan koridor hukum.
Profesional tidak lagi hanya bertugas mengatasi persoalan pajak, tetapi menjadi mitra strategis dalam mewujudkan kepatuhan berkelanjutan.
Studi Kasus dan Dampak Langsung
Contoh nyata keberhasilan sistem ini terlihat pada usaha kecil menengah di sektor digital. Sebuah perusahaan rintisan yang semula enggan mengajukan restitusi karena rumit, berhasil mendapatkan pengembalian PPN dalam waktu 3 minggu setelah beralih ke sistem CoreTax. Hal ini memberi modal tambahan untuk ekspansi usaha.
Proyeksi Jangka Panjang
Apabila diterapkan secara konsisten, kebijakan ini akan:
- Meningkatkan tax ratio nasional.
- Menurunkan gap antara potensi dan realisasi pajak.
- Mendorong percepatan digitalisasi layanan publik.
Kebijakan ini selaras dengan agenda nasional reformasi perpajakan dan pembangunan sistem fiskal yang modern, inklusif, dan efisien.